728 X 90 Ad slot
Jumat, 06 Januari 2012
Tentang Tugu Yogyakarta
Yogyakarta — Bila datang ke Yogyakarta, dan kebetulan Anda bingung menentukan arah mau ke mana, ada satu patokan yang pasti dikenal oleh seluruh Wong Yogya. Itulah Tugu. Sebuah bangunan monumen sejarah yang terletak di perempatan bertemunya Jalan P Mangkubumi di sisi selatan, Jalan AM Sangaji di sisi utara, Jalan Jenderal Sudirman di sebelah timur, dan Jalan P Diponegoro di sebelah barat. Tugu setinggi 15 meter itu diresmikan pada 3 Oktober 1889 atau 7 Sapar 1819 Tahun Jawa.
Dari Tugu itu pula, maka pendatang dari luar Yogya seolah bisa ”menggenggam” seluruh kawasan kota ini. Tinggal mau ke mana? Semua bisa ditempuh dalam hitungan menit. Yogya kota kecil, Tugu bisa menjadi poros segala arah. Jika kemudian bingung di dalam kota Yogya, silakan kembali ke Tugu. Dijamin Anda tidak bingung lagi!
Asal tahu saja, Tugu itu ternyata juga menjadi salah satu poros imajiner pihak Kraton Yogyakarta. Jika ditarik garis lurus dari selatan ke utara, atau sebaliknya; maka akan ditemukan garis lurus ini: Laut Selatan (konon dikuasai oleh Kanjeng Ratu Kidul, istri Sultan Raja-raja Mataram), Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi.
Bahkan, Sultan sebagai penguasa Kraton Yogyakarta, jika duduk di singgasana di Siti Hinggil Kraton, ia bisa memandang Gunung Merapi di sisi utara. Ikatan magis antara Laut Kidul, Kraton, dan Gunung Merapi hingga saat ini dipercaya oleh Wong Yogya. Oleh sebab itu budaya larungan selalu dilaksanakan pada bulan Sura di Laut Selatan maupun Gunung Merapi oleh pihak Kraton.
Filosofi Berubah
Seiring dengan perjalanan sejarah, Tugu yang sudah berumur 100 tahun lebih itu rupanya akan diubah bentuknya. Perubahan bentuk itu – jika jadi dilakukan -- jelas bisa dibilang melanggar undang-undang cagar budaya. Namun apa mau dikata jika yang mau mengubah adalah pihak Kraton Yogyakarta? Tentunya ada alasan kuat yang mendasarinya. Konon, dari catatan sejarah disebutkan, sosok Tugu yang ada sekarang itu sebenarnya telah mengalami perubahan bentuk dari sosok aslinya. Tugu itu semula didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, pendiri Kerajaan Yogyakarta setelah Mataram Islam yang berpusat di Kartasura terpecah menjadi dua. Sebagian menjadi Kasultanan Yogyakarta, sebagian lagi menjadi Kasunanan Surakarta pada Perjanjian Giyanti tahun 1755. Tugu itu dulu disebut Tugu Golong-Gilig.
Bentuk Tugu Golong-Gilig itu, konon, puncaknya berupa golong (bulatan mirip bola) dan bawahnya berbentuk bulat panjang/silindris atau gilig. Tugu Golong-Gilig tersebut melambangkan tekad yang golong gilig (menyatunya pimpinan/raja dengan rakyatnya). Makna lebih jauh adalah bersatunya raja dan rakyatnya dalam perjuangan melawan musuh maupun menyatu dalam membentuk pemerintahan dalam satu negara. Di sisi lain juga bisa dimaknakan sebagai hubungan antara manusia dengan Sang Khalik.
Jika melihat makna Tugu Golong-Gilig adalah bersatunya antara raja dan rakyat, maka hal itu bisa dimengerti karena pendiri Kerajaan Yogyakarta – kala itu – dikenal sebagai pemberontak yang ingin memisahkan diri dari Kerajaan Mataram Islam yang justru dikuasai penjajah Belanda. Pangeran Mangkubumi (kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I) memilih memberontak dan memisahkan diri daripada kerajaan di bawah pengaruh kekuasaan Belanda.
Pernah Runtuh
Tugu Golong-Gilig semula dibangun setinggi 25 meter. Kemudian karena gempa tektonik pada 10 Juni 1867 atau 4 Sapar Tahun EHE 1284 H atau 1796 Tahun Jawa sekitar pukul 05.00 pagi, tugu itu rusak terpotong sekitar sepertiga bagian. Musibah itu bisa terbaca dalam candra sengkala – sebuah catatan kata yang bermakna angka tahun -- Obah Trusing Pitung Bumi (1796).
Tugu itu kemudian diperbaiki oleh Opzichter van Waterstaat/Kepala Dinas Pekerjaan Umum JWS van Brussel di bawah pengawasan Pepatih Dalem Kanjeng Raden Adipati Danurejo V. Lalu tugu baru itu diresmikan HB VII pada 3 Oktober 1889 atau 7 Sapar 1819 Tahun Jawa. Oleh pemerintah Belanda, tugu itu disebut De Witte Paal (Tugu Putih).
Menurut kerabat Kraton Yogyakarta yang juga Kepala Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) Daerah Istimewa Yogyakarta, Raden Mas Haji Tirun Marwito SH; saat ini Kraton Yogyakarta memang sedang mengkaji kemungkinan mengembalikan Tugu Yogya ke bentuk asalnya. ”Bentuk Tugu yang sekarang ini sudah direkayasa oleh pihak penjajah Belanda saat itu. Akibatnya makna filosofinya sudah berubah,” tuturnya.
Saat dibangun kembali oleh pemerintah Belanda itu, di sana ada candra sengkala Wiwaraharja Manunggal Manggalaning Praja atau tahun Jawa 1819 yang berarti pintu menuju kesejahteraan bagi para pemimpin negara. Hal itu jelas bertentangan dengan simbol Golong-Gilig. Oleh sebab itulah maka pihak Kraton Yogyakarta berniat mengubah bentuk tugu yang sekarang.
”Bila nanti rencana itu dilaksanakan, ada beberapa kemungkinan yang akan ditempuh. Misalnya, Tugu Yogya yang ada sekarang ini dipindah dan diletakkan di pinggir jalan sebagai monumen bahwa Tugu Yogya pernah berbentuk seperti itu. Lalu di lokasi tempat tugu itu berada dibangun kembali Tugu Golong-Gilig seperti yang pernah dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I,” kata Tirun.
sumber: http://haxims.blogspot.com/2010/02/tentang-tugu-yogyakarta.html
Dari Tugu itu pula, maka pendatang dari luar Yogya seolah bisa ”menggenggam” seluruh kawasan kota ini. Tinggal mau ke mana? Semua bisa ditempuh dalam hitungan menit. Yogya kota kecil, Tugu bisa menjadi poros segala arah. Jika kemudian bingung di dalam kota Yogya, silakan kembali ke Tugu. Dijamin Anda tidak bingung lagi!
Asal tahu saja, Tugu itu ternyata juga menjadi salah satu poros imajiner pihak Kraton Yogyakarta. Jika ditarik garis lurus dari selatan ke utara, atau sebaliknya; maka akan ditemukan garis lurus ini: Laut Selatan (konon dikuasai oleh Kanjeng Ratu Kidul, istri Sultan Raja-raja Mataram), Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi.
Bahkan, Sultan sebagai penguasa Kraton Yogyakarta, jika duduk di singgasana di Siti Hinggil Kraton, ia bisa memandang Gunung Merapi di sisi utara. Ikatan magis antara Laut Kidul, Kraton, dan Gunung Merapi hingga saat ini dipercaya oleh Wong Yogya. Oleh sebab itu budaya larungan selalu dilaksanakan pada bulan Sura di Laut Selatan maupun Gunung Merapi oleh pihak Kraton.
Filosofi Berubah
Seiring dengan perjalanan sejarah, Tugu yang sudah berumur 100 tahun lebih itu rupanya akan diubah bentuknya. Perubahan bentuk itu – jika jadi dilakukan -- jelas bisa dibilang melanggar undang-undang cagar budaya. Namun apa mau dikata jika yang mau mengubah adalah pihak Kraton Yogyakarta? Tentunya ada alasan kuat yang mendasarinya. Konon, dari catatan sejarah disebutkan, sosok Tugu yang ada sekarang itu sebenarnya telah mengalami perubahan bentuk dari sosok aslinya. Tugu itu semula didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, pendiri Kerajaan Yogyakarta setelah Mataram Islam yang berpusat di Kartasura terpecah menjadi dua. Sebagian menjadi Kasultanan Yogyakarta, sebagian lagi menjadi Kasunanan Surakarta pada Perjanjian Giyanti tahun 1755. Tugu itu dulu disebut Tugu Golong-Gilig.
Bentuk Tugu Golong-Gilig itu, konon, puncaknya berupa golong (bulatan mirip bola) dan bawahnya berbentuk bulat panjang/silindris atau gilig. Tugu Golong-Gilig tersebut melambangkan tekad yang golong gilig (menyatunya pimpinan/raja dengan rakyatnya). Makna lebih jauh adalah bersatunya raja dan rakyatnya dalam perjuangan melawan musuh maupun menyatu dalam membentuk pemerintahan dalam satu negara. Di sisi lain juga bisa dimaknakan sebagai hubungan antara manusia dengan Sang Khalik.
Jika melihat makna Tugu Golong-Gilig adalah bersatunya antara raja dan rakyat, maka hal itu bisa dimengerti karena pendiri Kerajaan Yogyakarta – kala itu – dikenal sebagai pemberontak yang ingin memisahkan diri dari Kerajaan Mataram Islam yang justru dikuasai penjajah Belanda. Pangeran Mangkubumi (kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I) memilih memberontak dan memisahkan diri daripada kerajaan di bawah pengaruh kekuasaan Belanda.
Pernah Runtuh
Tugu Golong-Gilig semula dibangun setinggi 25 meter. Kemudian karena gempa tektonik pada 10 Juni 1867 atau 4 Sapar Tahun EHE 1284 H atau 1796 Tahun Jawa sekitar pukul 05.00 pagi, tugu itu rusak terpotong sekitar sepertiga bagian. Musibah itu bisa terbaca dalam candra sengkala – sebuah catatan kata yang bermakna angka tahun -- Obah Trusing Pitung Bumi (1796).
Tugu itu kemudian diperbaiki oleh Opzichter van Waterstaat/Kepala Dinas Pekerjaan Umum JWS van Brussel di bawah pengawasan Pepatih Dalem Kanjeng Raden Adipati Danurejo V. Lalu tugu baru itu diresmikan HB VII pada 3 Oktober 1889 atau 7 Sapar 1819 Tahun Jawa. Oleh pemerintah Belanda, tugu itu disebut De Witte Paal (Tugu Putih).
Menurut kerabat Kraton Yogyakarta yang juga Kepala Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) Daerah Istimewa Yogyakarta, Raden Mas Haji Tirun Marwito SH; saat ini Kraton Yogyakarta memang sedang mengkaji kemungkinan mengembalikan Tugu Yogya ke bentuk asalnya. ”Bentuk Tugu yang sekarang ini sudah direkayasa oleh pihak penjajah Belanda saat itu. Akibatnya makna filosofinya sudah berubah,” tuturnya.
Saat dibangun kembali oleh pemerintah Belanda itu, di sana ada candra sengkala Wiwaraharja Manunggal Manggalaning Praja atau tahun Jawa 1819 yang berarti pintu menuju kesejahteraan bagi para pemimpin negara. Hal itu jelas bertentangan dengan simbol Golong-Gilig. Oleh sebab itulah maka pihak Kraton Yogyakarta berniat mengubah bentuk tugu yang sekarang.
”Bila nanti rencana itu dilaksanakan, ada beberapa kemungkinan yang akan ditempuh. Misalnya, Tugu Yogya yang ada sekarang ini dipindah dan diletakkan di pinggir jalan sebagai monumen bahwa Tugu Yogya pernah berbentuk seperti itu. Lalu di lokasi tempat tugu itu berada dibangun kembali Tugu Golong-Gilig seperti yang pernah dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I,” kata Tirun.
sumber: http://haxims.blogspot.com/2010/02/tentang-tugu-yogyakarta.html
If you loved this post
This post was written by: Franklin Manuel
Franklin Manuel is a professional blogger, web designer and front end web developer. Follow him on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Arsip Blog
-
▼
2012
(500)
-
▼
Januari
(373)
- Orang Ini Membunuh 1.748.000 Orang Dalam Waktu 1 Jam
- 9 Tanda Cintamu Bertepuk Sebelah Tangan
- 6 Etika Untuk Berjabat Tangan Secara Profesional
- Tips Untuk Mengatasi Rasa Minder dan Malu
- 5 Pahatan Patung Paling Terkenal di Dunia
- Sekolahan Termewah di Dunia
- Sejarah Tanda Baca
- Kehidupan S*ksual Berdasarkan Huruf Depan Namamu
- Cara Mengecilkan Perut Buncit pada Wanita
- 4 Jenis Dan Tipe Jomblo
- Tips Mendapat Pacar di Facebook
- Fenomena Orbs Dan Makhluk Halus di Sekitar Kita
- Misteri Manusia Super yang Bisa Mengeluarkan Api
- 10 Artis Wanita Paling Seksi dan Bening di Jepang
- 15 Ciri Cewe Mudah Diselingkuhi
- 5 Teknik Mudah Merayu Pasangan untuk Bercinta
- Budaya-Budaya Aneh Yang Jarang Kita Temui
- 7 Faktor yang Bikin Orang Budek
- 10 Pemain Bass Terbaik Dunia
- 13 Jenis Sistem Identifikasi Yang Membedakan Antar...
- Cara Benar Mengenakan Bra
- 7 Rahasia Mengungkap Cara Praktek Dukun Palsu
- Tips Cara Cepat Buat Hamil
- Perbedaan trademark™, copyright© dan registered tr...
- 5 Tempat Top Di Paris
- Asal-usul Becak
- 15 Fakta Tentang Kucing
- 10 drummer terbaik di dunia
- 10 Wanita Seksi Penakluk Musik Dunia
- Fakta Unik dan Menarik Tentang Nyamuk
- 10 Raja Dengan Perilaku Menyimpang
- Tempat-tempat Nongkrong Paling Asik
- Mengungkap Misteri Atlantis
- Kenapa Kita Harus Mandi Setiap Hari?
- 6 Cara Olahraga Sehatkan Mata
- 5 Jenis Bunga Teraneh
- 10 Kisah Kematian Terbodoh Akibat Video Game
- 8 Tips Nembak Cewek Edisi 2012
- 11 Serangga Lezat yang Bisa Dimakan
- 10 Festival Seks Dunia
- 10 fakta tentang mimpi
- 9 teknik untuk berhenti berpikir negatif
- Misteri Kematian Bruce Lee
- Kenapa Cowok Kalo Pake Rok Dipermasalahin
- 10 Rumah yang Terinspirasi dari Film Kartun
- 3 Produk Simulator dari jepang yang Aneh
- Rambu-rambu yang Kocak dan Unik
- Misteri 11 hari yang hilang dari kehidupan Agatha ...
- Arti dari Pelukan
- Uang-uang yang Kocak
- Cara Memasang Cakarnya Wolverine
- 10 Manusia Tertinggi di Dunia Sepanjang Sejarah
- Kisah Cleopatra, Sang Ratu yang Legendaris
- 6 Bagian Tubuh Wanita Yang Favorit Untuk Dicium
- 5 Majalah Pria Paling Terkenal di Dunia
- 10 Bintang Sensual dari Masa ke Masa
- Ternyata Bahasa "4laY" Sudah Ada Sejak 1835
- Kaedah Mutusin Pacar yang Baik dan Benar
- 6 Tanda Mantan Pacar Sudah Punya Kekasih Baru
- 10 Pembunuh Bayaran Paling Sukses di Dunia
- 7 Rahasia Meramal Garis Tangan Seseorang
- 10 Jenis Minuman Beralkohol Paling Digemari di Dunia
- 10 Kuil Hindu Paling Indah di Dunia
- 5 Alasan Anda Perlu Lebih Sering Berciuman
- 10 Keahlian yang Membuat Perempuan Terkesan
- 5 Cara Mendapatkan Pacar Baru
- Teknik Ciuman Maut ala Kitab Tiongkok Kuno
- Pulau "Surga Para Hantu" di Italia
- 12 Jenis Perempuan Single di Dunia, Kamu termasuk ...
- Tempat-tempat yang Paling Beracun di Dunia
- Mengenal Bentuk-bentuk 10 Turunan Pohon Ganja
- 10 Kegalauan Wanita yang Tidak dimengerti Oleh Pria
- Alasan Kenapa Wanita Senang Berpenampilan Sexy
- 10 Mobil Terunik di Dunia
- Joke Siang + Renungan
- Efek Jika Kurang Tidur
- 6 Manfaat Tidur Telanjang
- Grafitti-grafitti Legendaris di Jakarta
- 17 Alasan Mengapa Pria Selingkuh
- 20 Fakta Menarik dari Polah Bayi
- Universitas Waria Pertama Di Dunia
- Daftar Bisnis yang Paling Cocok dan Sukses di Tahu...
- Do's & Don'ts Ketika Kangen Tingkat Tinggi
- fakta terselubung tentang fashion di hari Imlek
- Joke Malam
- Misteri gigitan pada logo Apple
- 15 Diet Terunik Sepanjang Sejarah
- 10 Senjata Tradisional Unik
- Legenda Mermaid dan Merman dari masa ke masa
- fakta menarik di balik logo mobil di dunia
- Penemu yang Terlupakan
- 6 Cara Menambah Daya Ingat
- Nenek Gayung - Kisah Mistis Kota Jakarta
- 8 Drama Korea Paling Ditunggu Tahun 2012
- Makna Tahun Naga Air & Prediksi di Tahun 2012
- 4 Tips Bikin Menyesal Mantan Karena Telah Mutusin ...
- Makna Filosofis Macam-Macam Hidangan Imlek
- Awal Mula Kisah Panjang Penampakan UFO yang Pernah...
- Tipe Karyawan Berdasarkan Tingkat Kejujuran
- 3 Model Sepatu Yang Membuat Pemakainya Masuk Rumah...
-
▼
Januari
(373)
0 Responses to “Tentang Tugu Yogyakarta”
Posting Komentar